
Kalangan pengusaha logistik bakal menghadapi beban berat dengan kenaikan tarif tol di 38 ruas jalan pada tahun 2025 ini. Selain itu, masalah pungutan liar dan premanisme juga menambah beban karena biaya logistik menjadi semakin tinggi. Pungli terjadi di banyak daerah, termasuk di wilayah Jakarta seperti Tanjung Priok.
“Mulai dari Cakung-Cilincing-Priok, capek lah kita. Kita kan pengen juga sebetulnya hidup nyaman, ya. Jadi, di perjalanan itu jangan ada pungli-pungli lagi, Udah ditambah rencana kenaikan tol, kemudian punglinya nggak diberantas-berantas,” kata Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia ALI Mahendra Rianto kepada CNBC Indonesia, Senin (14/4/2025).
Hal itu dinilai dia merugikan pelaku usaha karena biaya logistik menjadi semakin mahal. Padahal biaya logistik di Indonesia tergolong tinggi dibandingkan negara lain.
“Sehingga (pungli) beban terhadap pemerintah, transportasi ini kan jadi tambah berat, gitu. Sementara daya beli dari customer kita itu nggak naik-naik. Karena kalau dia naik harga barang, dia nggak bersaing di dunia,” ucap Mahendra.
Karenanya pengusaha meminta pemerintah dan aparat untuk segera bertindak dalam memberantas pungli. Jangan sampai muncul kecurigaan tidak diberantasnya pungli sejak lama karena aparat penegak hukum juga ikut ‘masuk angin’. Pengusaha menegaskan bahwa pungli kian meresahkan.
“Biasanya kalau mereka manjat itu di titik-titik pengambilan kontainer kan banyak depo kontainer di sana. Jadi kalau kontainer mau ekspor itu kan kita ambil kontainer kosong di depo-depo kontainer. Setelah ambil kita taruh, bawa ke pabrik untuk diisi. Nah pabriknya itu dari mulai Bekasi sampai sampai Karawang, ya ambil, setelah ada muat, setelah muat balik lagi ke Priok kan, selama perjalanan ada aja,” kata Mahendra.
Biaya pungli bermacam-macam, ada yang kena Rp 20.000 hingga Rp 100.000, bahkan lebih. Jumlahnya meningkat ketika bongkar muat semakin ramai.
“Hari-hari ekspor, hari-hari besar ekspor itu biasanya hari Kamis, Jumat, Sabtu, biasanya setelah makan siang,” sebut Mahendra.