
Empat Bank yang tergabung dalam Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) berhasil mencetak laba bersih sebanyak Rp140 triliun sepanjang tahun 2023. Raihan ini pun diproyeksikan melonjak menjelang tutup tahun 2024.
Kinerja laba bank BUMN terus mengalami tren kenaikan. Buktinya, perolehan laba tahun 2023 tercatat naik 22,86% secara tahunan (year on year/yoy), dimana tahun sebelumnya laba yang diakumulasi mencapai Rp113,95 triliun. angka ini juga naik pesat bila dibandingkan laba tahun 2021 yang senilai Rp72,05 triliun.
Di samping bank konvensional, BUMN juga memiliki satu bank syariah yang berhasil menjadi pemimpin di sektornya, yaitu PT Bank Syariah Indonesia (Persero) Tbk (BRIS). Di tahun 2023, BSI membukukan laba bersih sebesar Rp5,70 triliun, tumbuh 33,82% secara yoy.
Capaian ini terjadi seiring dengan upaya Kementerian BUMN menginisiasi program transformasi perbankan pelat merah dengan menciptakan spesialisasi unik pada masing-masing bank.
Seperti misalnya BRI yang semakin fokus pada segmen UMKM, khususnya mikro. Hal ini diperkuat dengan munculnya Holding Ultra Mikro yang beranggotakan PT Pegadaian dan PT Permodalan Nasional Madani (PNM). BRI dalam holding tersebut berperan sebagai induk.
Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah mengatakan, bank BUMN akan selalu menikmati keuntungan yang super besar. Ia juga memprediksi dividen yang diberikan akan terus meningkat.
“Pasalnya, laba dari Bank Himbara itu memang diuntungkan oleh kondisi sistem perbankan kita yang memang menguntungkan, baik itu di pasar kredit maupun di pasar keuangan,” tutur Piter.
Menurutnya, margin yang diterima oleh sistem perbankan Indonesia, khususnya untuk bank-bank besar seperti Bank Himbara, sangat besar. Hal ini diperkuat dengan kondisi cost of fund yang sangat rendah.
“Jadi kalau keuntungan laba (Bank Himbara) saya perkirakan ya selama sistem keuangan, sistem moneter kita, kebijakan moneter kita tidak banyak berubah, masih sangat menguntungkan bagi sistem keuangan kita,” jelasnya.
Benar saja, bila melihat dari data paruh pertama tahun ini, bank pelat merah mengungguli capaian laba bersih di antara 10 bank terbesar di Indonesia. Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), bank persero mencetak kenaikan laba bersih sebesar 6,68% ke Rp65,03 triliun sepanjang semester I-2024.
Sementara bila berkaca dari kinerja historikal tahunan, BRI konsisten menjadi penyumbang rekor laba dengan raihan Rp 60 triliun per Desember 2023. Angka tersebut tumbuh 17,5% dari tahun 2022 lalu. Adapun NIM BRI tercatat paling tebal dengan raihan 6,64%.
Sementara itu BSI merupakan hasil merger anak usaha BRI, BNI, dan Bank Mandiri yang memiliki lini bisnis syariah. Peleburan tiga anak usaha bank BUMN ini membuat bisnis masing-masing lebih fokus.
Merger telah membawa manfaat besar bagi BSI. Di antaranya BSI sukses memperbesar skala bisnis dan meningkatkan jumlah nasabah secara signifikan. Setelah merger jumlah nasabah BSI meningkat lebih dari 6 juta nasabah menjadi 20,46 juta pada Juni 2024. Ini menjadikan BSI sebagai bank syariah dengan customer base terbesar di dunia dan peringkat lima di Indonesia.
Aset BSI rerata tumbuh dua digit sejak berdiri. Per Juni 2024, aset BSI naik 15,05% secara tahunan (yoy) menjadi Rp360,85 triliun per Juni 2024. Besaran tersebut menjadikannya sebagai bank syariah terbesar dan urutan keenam bank terbesar se-Indonesia.
Pengamat BUMN dari Datanesia Institute Herry Gunawan memastikan, pada tahun ini, kondisi perbankan masih relatif stabil. Hal lini dilihat dari penyaluran kredit yang menjadi pendapatan terbesar perbankan, masih tumbuh secara tahunan di atas 10% dan DPK yang masih tumbuh positif dibandingkan tahun sebelumnya.
“Dengan demikian, potensinya memberikan dividen yang besar masih sangat tinggi. Dengan asumsi payout ratio sama dengan tahun buku 2023, perbankan dapat memberikan dividen besar kepada pemegang saham, dan bisa lebih tinggi,” ungkap Herry.
Sebagai informasi, Industri perbankan kembali mencatatkan pertumbuhan penyaluran kredit double digit, yakni 12,36% secara tahunan atau year on year (yoy) menjadi sebesar Rp7.478 triliun per Juni 2024. Perolehan ini dicapai ketika Bank Indonesia (BI) masih menahan suku bunga acuannya (BI Rate) yang tinggi di 6,25%.