Catat! Ini Kriteria Rumah Masyarakat Miskin yang Bebas BPHTB-PBG

A worker mixes cement at a housing project in Tajur Halang neighbourhood, south of Jakarta, Indonesia, July 16, 2018. Picture taken July 16, 2018. REUTERS/Willy Kurniawan

Dalam upaya meringankan beban Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), pemerintah telah resmi menghapus retribusi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Kebijakan ini ditandai dengan telah ditandatanganinya Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruar Sirait, Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo, dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian.

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menjelaskan, kriteria rumah MBR yang mendapatkan pembebasan retribusi tersebut diatur dalam Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 22/Kpts/M/2023. Peraturan ini mengatur batasan penghasilan serta luas bangunan untuk rumah umum dan rumah swadaya.

Untuk rumah tapak dan rumah susun, luas maksimal yang diperbolehkan adalah 36 meter persegi (m²), sedangkan rumah swadaya dapat memiliki luas hingga 48 m². Selain itu, kriteria penghasilan juga menjadi acuan.

Penghasilan Maksimal MBR Berdasarkan Wilayah, untuk wilayah Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Maluku, Maluku Utara, Bali, NTT, dan NTB, kategori Tidak kawin maksimal pendapatan Rp 7.000.000 per bulan, kategori Kawin maksimal pendapatan Rp 8.000.000 per bulan, kategori Peserta Tapera maksimal pendapatan Rp 8.000.000 per bulan.

Sementara bagi MBR di wilayah Papua, Papua Barat, Papua Tengah, Papua Selatan, Papua Pegunungan, dan Papua Barat Daya, kategori Tidak Kawin maksimal pendapatan Rp 7.500.000 per bulan, kategori Kawin maksimal pendapatan Rp 10.000.000 per bulan, dan kategori Peserta Tapera maksimal pendapatan Rp 10.000.000 per bulan.

“Mereka-mereka yang punya gaji di wilayah itu dan kemudian luas lantainya untuk mereka yang dibuat (rumah) umum 36 m2, rusun 36 m2 maksimal, dan swadaya dibangun 48 m2 maka mereka ini dibebaskan untuk ditarik retribusi bea perolehan hak atas tanah dan bangunan BPHTB itu dibebaskan. Yang kedua di SKB ini juga akan dibebaskan untuk retribusi PBG,” kata Tito di Gedung Sasana Bhakti Praja Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Jakarta Pusat, Senin (25/11/2024).

Dalam kesempatan yang sama, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait mengungkapkan, SKB tersebut juga mencakup percepatan penerbitan PBG. Proses yang sebelumnya membutuhkan waktu 28 hari kini dipersingkat menjadi hanya 10 hari.

“3 hal yang penting sekali dilakukan di pagi hari ini adalah bagaimana kita menetapkan SKB, pembebasan BPHTB yang kedua pembebasan retribusi PBG dan juga mempercepat persetujuan bangunan gedung untuk MBR,” ucap pria yang akrab disapa Ara dalam kesempatan yang sama.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*