Belum lama ini Menteri BUMN Erick Thohir membuka opsi untuk menjadikan BRI, BSI, dan Pegadaian menjadi bank emas atau bullion bank.�Seiring dengan hal tersebut, Otoritas Jasa Keuangan telah meluncurkan payung hukum mengenai usaha bullion�di Indonesia.�
OJK menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 17 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Bulion. POJK ini dikeluarkan untuk memberikan pedoman bagi lembaga jasa keuangan (LJK) dalam menyelenggarakan kegiatan usaha bulion antara lain mengenai cakupan kegiatan usaha bulion, persyaratan LJK penyelenggara kegiatan usaha bulion, mekanisme perizinan kegiatan usaha bulion, pentahapan pelaksanaan kegiatan usaha bulion dan penerapan prinsip kehati-hatian.
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK Agusmanberharap penerbitan POJK ini menjadi salah satu upaya OJK untuk mendorong LJK agar dapat menjembatani supply and demand terhadap kebutuhan emas, termasuk monetisasi emas yang masih idle di masyarakat.
POJK ini merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) yang mengamanatkan bagi Lembaga Jasa Keuangan (LJK) untuk dapat menyelenggarakan Kegiatan Usaha Bulion, yaitu kegiatan usaha yang berkaitan dengan Emas dalam bentuk Simpanan Emas, Pembiayaan Emas, Perdagangan Emas, Penitipan Emas, dan atau kegiatan lainnya yang dilakukan oleh LJK.
Dalam Pasal 2 kegiatan usaha bulion meliputi simpanan emas, pembiayaan emas, perdagangan emas, penitipan emas, dan kegiatan lain yang dilakukan oleh lembaga jasa keuangan. Seluruh kegiatan itu bisa dilakukan dengan prinsip syariah.
Usaha bulion, dalam POJK, diatur dapat menyimpang dan menyalurkan simpanan nasabah sebagai pembiayaan. Lembaga jasa keuangan wajib mensyaratkan agunan 100% dari nilai pembiayaan emas.
Agunan tersebut dapat berupa kas atau setara kas, deposito berjangka hingga surat berharga yang diterbitkan pemerintah atau Bank Indonesia. Apabila ada penurunan atau kenaikan harga emas, perusahaan penyedia jasa dapat meminta penyesuaian agunan dalam bentuk kas atau setara kas.
Adapun batas minimum gramasi emas untuk pertama kali ditetapkan paling sedikit 500 gram per transaksi. Batas minimum tersebut dapat disesuaikan dengan mempertimbangkan perkembangan industri dan perubahan ditetapkan oleh OJK.
POJK 17/2024 juga mengatur bahwa lembaga jasa keuangan yang dapat melakukan usaha bulion hanya yang memiliki kegiatan bisnis utama berupa penyaluran kredit atau pembiayaan. Akan tetapi bank perekonomian rakyat (BPR) dan lembagan keuangan mikro dikecualikan.
Bagi bank umum, untuk melakukan usaha bulion harus memiliki modal inti paling sedikit Rp14 triliun. Bank umum yang memiliki modal inti sesuai ketentuan juga diperkenankan untuk melakukan usaha bulion melalui unit usaha syariah (UUS).
Lembaga jasa keuangan yang melakukan kegiatan usaha bulion hanya berupa penitipan emas, dikecualikan dari ketentuan modal inti Rp14 triliun.