Iseng Baca Arsip, Bule Ini Dapat 100 Batang Emas di Laut RI

Emas batangan

Tidak hanya memiliki pesona alam yang memukau, Indonesia juga menyimpan harta karun yang tak terhitung jumlahnya. Salah satu sosok fenomenal yang berhasil menemukan harta karun di Indonesia Michael Hatcher.

Awal mula Hatcher terjun sebagai pemburu harta karun bermula pada tahun 1975. Pria kelahiran 1940 itu pun menjelajahi lautan demi mencari harta karun.

Pada suatu hari di gedung Arsip Nasional Belanda, dia membaca arsip Belanda tentang kapal karam masa VOC dan pemerintah Hindia Belanda. Dia sadar kalau karamnya kapal tidak hanya meninggalkan kerangka, tetapi juga barang berharga yang dibawanya di dasar laut.

Sebut saja seperti batangan emas, guci-guci berharga, hingga perak. Barang tersebut jika berhasil diangkat dan dijual pasti harganya mahal. Sejak saat itu dia memetakan wilayah di Indonesia yang jadi kemungkinan kandasnya kapal.

Pada sisi lain, tak mudah untuk mengambil harta karun. Untuk mengambilnya Hatcher perlu turun ke dasar laut sedalam lebih dari 50 meter.

Semakin dalam semakin bahaya. Jarak pandang kian pendek dan arus semakin kencang.

Akan tetapi, pada 1986, Hacther berhasil melakukannya. Ia menemukan kapal VOC, Geldermalsen, yang tenggelam di perairan Karang Heliputan, Riau.

Dia berhasil mendapatkan 100 emas batang dan 20.000 porselin China (sumber lain menyebut 225 emas batang dan 160.000 keramik) dari Dinasti Ming dan Qing.

Tentu usaha ini dilakukan secara ilegal dan diam-diam agar tidak diketahui pemerintah.

“Seluruh barang itu dilelang di Balai Lelang Christie, Amsterdam. Laku terjual seharga 15 juta dollar AS [Setara Rp 210 miliar],” tulis Widiati dalam Keramik Kuna Dari Dasar Laut Perairan Indonesia.

Dia berpendapat bahwa usaha ini seharusnya tak bermasalah dan dirinya mendapat izin pemerintah Belanda. Pemerintah Belanda pun menurutnya mendapat bagian 10% dari penjualan.

“Belanda malah mengatakan pada pemerintah Indonesia bahwa harta dari kapal yang kami cara terdapat di perairan internasional. Karena itu pulalah, tak ada bantahan dari Holland (red, Belanda). […] Dan sebenarnya pemerintah Belanda yang meminta kami mencari harta karun itu,” katanya kepada Tempo (18 Oktober 1986).

Keberhasilan Hatcher mencari harta karun dan cuan US$15 juta memantik semangat orang Indonesia melakukan hal serupa, baik individu atau kelompok. Pada sisi lain, kabar ini membuat pemerintah geram.

Presiden Soeharto yang tak mengetahui ada potensi harta karun besar di dasar laut merasa kecolongan. Pada tahun 1980-an, angka Rp210 Miliar jelas tidak sedikit. Jika biaya pembangunan TMII sebesar Rp10 Miliar, maka Orde Baru mampu membangun 20 TMII di seluruh Indonesia.

Akhirnya, Soeharto mengeluarkan Keppres No. 43 Tahun 1989 tentang Panitia Nasional Pengangkatan Dan Pemanfaatan Benda Berharga Asal Muatan Kapal Yang Tenggelam. Lewat aturan itu, Soeharto membentuk suatu tim yang diketuai Menko Politik, Hukum, dan Keamanan untuk berburu harta karun. Aturan itu masih eksis sampai sekarang.

Balik lagi ke Hatcher. Kesuksesannya tak hanya sampai di situ. Pada 1999, dia berhasil mengeksplorasi kapal asal Cina, Tek Sing, di perairan Bangka.

Dalam kondisi utuh, kapal ini berukuran 42×10 meter dan berbobot 900 ton.

“Sebelum karam pada Februari 1822, kapal itu tercatat membawa 350.000 keramik Cina, ribuan meriam besi, kuningan, perunggu, dan sebagainya. Seluruhnya berasal dari abad ke-19 yang diproduksi dari Fujian,” tulis Trigangga dalam Eksplorasi Kapal-Kapal Karam di Indonesia.

Barang-barang inilah yang ditemukan Hatcher untuk diangkut ke pelelangan Stuttgart, Jerman, pada November 2000. Harta karun itu ditaksir senilai Rp 500 miliar. Menjadikannya sebagai penemuan harta karun terbesar dari kapal karam sepanjang sejarah.

Berdasarkan arsip Detik.com (30 April 2010), pria yang dijuluki ‘The Wreck Salvage King’ ini mencoba lagi berburu harta karun. Dia dikabarkan terdeteksi di Perairan Subang untuk mengeruk harta karun dari Dinasti Ming senilai US$ 200 juta. Namun, kali ini pemerintah berhasil mencegahnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*