Ramai Fenomena ‘Bapak Rumah Tangga’ di China, Resign Kerja-Urus Anak

People wearing protective masks are seen on a street, following new cases of the coronavirus disease (COVID-19), in Shanghai, China, November 24, 2021. Picture taken November 24, 2021. (REUTERS/Aly Song)
Foto: Warga China (REUTERS/Aly Song)

Fenomena ayah yang mengabdikan waktu untuk keluarga atau ‘ayah paruh waktu’ mulai merambah luas di China. Hal ini terjadi saat norma sosial di negara itu masih menetapkan bahwa pria adalah pencari nafkah sementara wanita mengurus rumah tangga dan anak-anak.

Salah satu yang memulai kegiatan ini adalah Chen. Ia meninggalkan pekerjaan lalunya sebagai mantan manajer proyek untuk mengabdikan diri untuk keluarga.

“Ketika Anda bekerja, Anda memimpikan karir yang hebat dan uang ini akan membantu keluarga Anda. Tetapi tidak ada yang pasti, dan gaji belum tentu merupakan hal yang paling dibutuhkan keluarga Anda,” ucapnya ayah dua anak itu, dikutip dari AFP, Kamis (19/9/2024).

Chen mengaku mengambil langkah ini untuk mendekatkan diri dengan anaknya. Ia juga menyebut hal ini perlu dilakukan karena dulunya ia hanya memahami ayahnya sebagai pembantu bagian keuangan.

“Ayah saya hanyalah seorang ayah. Saya tidak pernah merasa dia dapat membantu saya, kecuali secara finansial. Saya ingin menjadi seperti teman bagi anak-anak saya, sehingga mereka dapat berbagi banyak hal dengan saya,” jelasnya.

Bagi Chen, keputusannya untuk tinggal di rumah memberi waktu luang untuk istrinya Mao Li. Pasangannya itu merupakan seorang penulis buku bestseller tentang ayah rumah tangga.

“Pada awal pernikahan kami, saya bertanya-tanya tentang bantuannya sebagai seorang pasangan. Dia banyak bekerja, jadi dia tidak membantu saya mengurus anak-anak dan tidak terlalu memperhatikan saya. Namun sekarang dia mengurus anak-anak dan tinggal di rumah, saya merasa dia sangat membantu,” tambahnya.

Pada tahun 2019, survei menunjukkan separuh pria China mengatakan mereka setuju untuk menjadi ayah rumah tangga, naik dari hanya 17% pada tahun 2007. Hal itu bertepatan dengan pengakuan yang lebih luas atas hak-hak perempuan dan akses mereka ke pendidikan tinggi.

“Peningkatan jumlah ayah rumah tangga disebabkan oleh fakta bahwa perempuan memiliki status yang lebih tinggi saat ini,” tutur pendiri platform konseling psikologis daring, Pan Xingzhi.

“Orang-orang juga melihat ‘nilai uang’, bagi pasangan, mengabaikan gaji dan mengurus bayi mereka sendiri seringkali lebih murah daripada menyewa pengasuh atau pengasuh anak,” ujarnya.

Di Xiaohongshu, Instagram versi China , ayah-ayah muda yang tinggal di rumah dengan bangga mempromosikan pilihan gaya hidup mereka. Chang Wenhao, 37 tahun, adalah salah satunya.

Seorang kreator konten dan pengusaha pendidikan dari kota Zhuhai, China Selatan, Chang menyesuaikan jam kerjanya agar 80% waktunya dapat digunakan untuk putrinya yang berusia tujuh tahun dan putranya yang berusia lima tahun. Ia nampak aktif mengajak mereka berkemah, berkuda, bersepeda, dan mendaki gunung.

“Dalam hal metode pendidikan, dorongan, cara membangun rasa percaya diri, mengembangkan keterampilan mereka, kemandirian mereka dalam hidup, saya memberikan mereka hal-hal yang tidak mereka pelajari di sekolah atau dari orang dewasa lainnya,” ucapnya.

Meski begitu, masih ada penolakan yang muncul dari sejumlah warga, utamanya yang berusia lanjut. Mereka masih berpedoman kuat bahwa ayah adalah yang seharusnya bekerja untuk menafkahi keluarganya.

“Pada awalnya, orang tua dan kakek-nenek saya sering berkata: Anda harus bekerja. Tetangga yang lebih tua terkadang berkomentar kepada mereka. Itu mengganggu mereka, jadi mereka menekan saya,” kata ayah paruh waktu yang lain, Xu Xiaolin.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*