Rupiah Merana Dihajar Dolar AS, Sentuh Rp16.230 Jelang Tutup Tahun

Pekerja pusat penukaran mata uang asing menghitung uang Dollar AS di gerai penukaran mata uang asing Dolarindo di Melawai, Jakarta, Senin (4/7/2022). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah sepanjang pekan terakhir tahun 2024, ditutup di level Rp16.230/US$ pada Jumat (27/12/2024). Dalam sepekan, rupiah terkoreksi sebesar 0,25% dari posisi penutupan pekan sebelumnya di Rp16.185/US$.

Pergerakan mingguan ini menunjukkan tekanan berkelanjutan pada mata uang Garuda di tengah gejolak pasar global dan domestik.

Dilansir dari Refinitiv, selama sepekan terakhir rupiah bergerak fluktuatif, menyentuh level terendah di Rp16.255/US$ dan tertinggi di Rp16.170/US$. Tekanan terhadap rupiah tidak terlepas dari penguatan Indeks Dolar AS (DXY), yang pekan ini naik hingga 0,3% ke level 108,19.

Penguatan dolar AS dipicu oleh data ekonomi AS yang masih menunjukkan ketahanan, meskipun pasar tenaga kerja mulai menunjukkan tanda-tanda pelambatan dengan klaim pengangguran berkelanjutan mencapai 1,91 juta, tertinggi dalam tiga tahun terakhir.

Ketegangan geopolitik juga menjadi salah satu faktor penghambat penguatan rupiah. Konflik antara Pakistan dan Afghanistan memicu kekhawatiran akan stabilitas regional, yang berimbas pada meningkatnya risiko pasar di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.

Selain itu, proyeksi pertumbuhan ekonomi AS yang solid pada 2024, hampir mencapai 3%, semakin mendukung dominasi dolar AS di pasar internasional.

Di dalam negeri, libur panjang Natal dan Tahun Baru (Nataru) turut membatasi volume perdagangan. Aktivitas pasar yang cenderung lesu akibat rendahnya transaksi menjadi hambatan tambahan bagi rupiah untuk menguat. Bank Indonesia (BI) mencatat perputaran uang tunai selama periode Nataru meningkat 2,56% menjadi Rp133,7 triliun dibanding tahun lalu.

Namun, kenaikan ini dinilai belum cukup memberikan sentimen positif bagi rupiah, mengingat tekanan eksternal yang jauh lebih dominan.

Selain itu, kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan beban ekonomi lainnya telah menekan daya beli masyarakat. Hal ini membayangi prospek penguatan rupiah dari sektor konsumsi, meskipun ada harapan lonjakan aktivitas pariwisata selama libur akhir tahun.

Ke depan, pelaku pasar akan terus mencermati langkah kebijakan moneter The Fed, yang masih mempertahankan suku bunga tinggi, serta perkembangan geopolitik global yang dapat memengaruhi arus modal ke pasar negara berkembang.

Sementara itu, BI bersama otoritas terkait akan tetap berupaya menjaga stabilitas nilai tukar melalui intervensi di pasar valas serta komunikasi intensif dengan pelaku pasar untuk mengurangi kepanikan yang berpotensi menekan rupiah lebih dalam.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*